Mengelus Dengkul di Lampu Merah



ilustrasi foto by pinterest


Sayang, malam itu kamu pernah berkata bahwa kehidupan kini nampak menyebalkan

Tapi ketika kita bersama, hal-hal sebal itu sedikit berubah menjadi senang

Aku protes dong, kenapa berubahnya sedikit?

Dan kamu malam itu hanya tersenyum, yang berhasil kucuri dari balik kaca spion, manis sekali.


Di lampu merah, akhirnya kamu menjawab sekedar ambil prakata dari kata-kata yang sudah-sudah; bahwa dalam hidup menyikapi sesuatu tidak baik jika berlebihan.

Berarti perasaan senang kita juga nggak boleh berlebihan ya?

Berarti jikapun akhirnya harus berpisah, jangan benci berlebihan ya, kan kita pernah saling menyenangi satu sama lain.

Dan satu lagi, jangan berusaha untuk saling lupa. Jika memang sulit untuk lupa, tak apa.

Pelan-pelan saja, tapi jangan berlebihan


Eh tapi… untuk apa pula sih saling lupa?

Jika memang kita berpisah, kita bukan menjadi asing, tapi menjadi salah satu yang pernah singgah.

Namanya pernah singgah, emang bisa jadi asing?

Oke, berarti janji ya akan saling mengenal dan mendukung satu sama lain meskipun sudah tidak membersamai.


Lampu hijau akhirnya menyala.

Kita kembali melaju membelah jalanan malam dan pelukku semakin erat

Pikirku, jika memang takdir harus berpisah, setidaknya aku pernah memeluknya dengan se-erat ini dan mengharapkannya se-kuat ini

Semoga semesta bisa bekerjasama ya


Di lampu merah yang entah keberapa

percakapan kita menjadi hening

tapi kamu terus mengelus dengkulku berulang-ulang dengan begitu lembut.

Tentu saja aku semakin erat memelukmu, lagi.

Sembari ingin menunjukkan kepada malam



yang dingin ini, bahwa kita berdua sedang se-senang-senangnya!


Jakarta, 11 April 2021



Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer